• Who Am I

    Cari

    Kamis, 09 April 2015

    Nilai Batas Dosis

    Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan, tanpa memperhatikan panjangnya waktu pemberian dosis. Karena tidak adanya dosis ambang ini, maka masalah utama dalam pengawasan keselamatan radiasi adalah dalam batas dosis tertentu sehingga efek yang akan ditimbulkannya masih dapat diterima baik oleh masyarakat. Oleh karena itu, setiap kemungkinan penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun anggota masyarakat bukan pekerja radiasi harus diusahakan serendah mungkin.2

    Sejarah Nilai Perkembangan Dosis

    Sejarah mengenai perkembangan nilai batas dosis tidak terlepas dari munculnya kesadaran akan pentingnya proteksi radiasi yang dimulai pada awal tahun 1920-an dimana The British X-ray and Radium Protection Commitee dan American Roentgen Ray Society mengeluarkan rekomendasi umum mengenai proteksi radiasi. Pada awal tahun 1925, dibentuk kongres internasional radiologi yang pertama yang membentuk Komisi Internasional untuk Satuan dan Pengukuran Radiologi (ICRU), saat itu diperkenalkan konsep dosis tenggang (tolerance dose) yang didefinisikan sebagai: “dosis yang mungkin dapat diterima oleh seseorang terus-menerus atau secara periodik dalam menjalankan tugasnya tanpa menyebabkan terjadinya perubahan dalam darah.” Pada tahun yang sama, Mutscheller memperkirakan secara kuantitatif bahwa nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis haruslah kurang dari 1/100 dari nilai dosis yang dapat menyebabkan terjadinya erythema pada kulit sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang. Nilai penyinaran yang memungkinkan timbulnya erythema pada kulit diperkirakan 600 R, sehingga nilai dosis tenggang untuk pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R dalam jangka penerimaan 1 bulan.

    Pada tahun 1928 diadakan kongres radiologi ke-2 yang menyetujui pembentukan Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan secara resmi mengadopsi satuan roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan paparan sinar-X dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R / minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mR / hari dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x yang umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mR di udara dapat memberikan dosis 200 mR pada permukaan tubuh.2

    Pada tahun 1950, komisi tersebut berubah nama menjadi Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRF). Berbagai perkembangan penelitian radiobiologi dan dosimetri radiasi menyebabkan perubahan dalam teknik penetuan nilai batas dosis yang mana komisi tersebut memutuskan:

    • Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mR) per hari atau 0,3 R (300 mR) per minggu atau 15 R / tahun
    • Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar 0,6 R (600 mR) per minggu.

    Perkembangan dalam dosimetri radiasi membuktikan bahwa nilai paparan tidak tepat jika digunakan sebagai ukuran untuk menyatakan dosis radiasi pada jaringan. Oleh karena itu, pada tahun 1953 ICRU memperkenalkan dosis serap dengan satuan rad (radiation absorbed dose). Pada tahun 1955 ICRP memperkenalkan konsep dosis ekuivalen dengan satuan rem (roentgen equivalent man) sebagai satuan untuk menyatakan dosis serap yang sudah dikalikan dengan faktor kualitas dari radiasi yang bersangkutan. ICRP selalu menggunakan besaran dosis ekuivalen dengan satuan rem untuk menyatakan dosis radiasi.2

    Nilai Batas Dosis yang Diberlakukan di Indonesia

    Setelah membahas lebih jauh tentang nilai batas dosis (NBD), pada bagian ini akan dibahas lebih lanjut mengenai NBD yang diberlakukan di Indonesia. Penentuan NBD agak tinggi dimasa lalu semata-mata disebabkan oleh tingkat pemahaman efek biologi radiasi pada saat itu yang masih agak terbatas. Sifat dari rekomendasi ICRP ini juga tidak mengikat, dalam arti setiap negara diberikan kebebasan untuk memilih sistem proteksi radiasi yang paling sesuai dengan kondisi negara masing-masing.

    Nilai batas dosis yang diberlakukan di Indonesia dicantumkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor: PN 03/160/DJ/89 menekankan bahwa pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan untuk bertugas sebagai pekerja radiasi ataupun diberi tugas yang memungkinkan pekerja tersebut mendapatkan penyinaran radiasi. Selain itu, pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung resiko kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu terhadap wanita ini dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi. Untuk itu, tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori pekerja radiasi yakni:

    • Kategori A, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih besar dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun
    • Kategori B, untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau lebih kecil dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun
    Adapun nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja radiasinya (dengan pengecualian wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah:2
    • NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh ditetapkan 50 mSv (5000 mrem) per tahun
    • Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka waktu 13 minggu dan tidak melebihi NBD pekerja radiasi
    • Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat bekerja dosis yang diterima janin terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat kelahiran diusahakan serendah–rendahnya dan sama sekali tidak boleh melebihi 10 mSv (1000 mrem) dimana umumnya kondisi ini biasanya bekerja pada kategori B

    Penyinaran yang bersifat lokal yaitu pada bagian tubuh tertentu ditetapkan sebagai berikut:
    • Batas dosis efektif yang dievaluasi adalah 50 mSv (5.000 mrem) dalam setahun dengan dosis rata-rata pada setiap organ tidak melebihi 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun
    • Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15.000 mrem) dalam setahun
    • Batas dosis untuk kulit dalah 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun. Apabila penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini berlaku untuk dosis yang rara-rata pada setiap permukaan 100 cm2
    • Batas dosis untuk tangan, kaki dan tungkai adalah 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.

    Demikian artikel ini dibuat, semoga bermanfaat


    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

    Fashion

    Technology

    Travel